Pura Gunung Kawi Tampaksiring, Gianyar


Ada tiga Gunung Kawi di Bali yaitu di Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar; di Desa Tampaksiring, Gianyar; dan di Desa Bitra, Gianyar. Yang paling sering dibicarakan oleh arkeolog dan sejarawan (Bali) Kuno adalah Gunung Kawi Tampaksiring yang terletak lebih kurang 40 km dari Denpasar kea rah timur laut. Secara umum, GKT adalah kompleks situs arkeologis yang sangat luas, dipahatkan di tebing-tebing Tukad Pakerisan. GKT terdiri atas empat kelompok yakni (1) kelompok empat candi tebing, ceruk-ceruk pertapaan dan pancuran, terletak di sebelah barat Tukad Pakerisan, (2) di sebelah timur tukad, terdiri atas lima candi tebing dengan ceruk-ceruk pertapaan dan kolam petirtaan dengan beberapa pancuran, (3) terletak tidak jauh ke arah tenggara melewati sawah-sawah, terdapat juga beberapa buah ceruk dan biara, dan di antaranya ada yang belum terselesaikan dengan sempurna,dan (4) oleh para ahli arkeologi disebut Makam ke-10, sedangkan di kalangan masyarakat setempat dikenal dengan nama Geria Pedanda, kelompok ini terdiri atas gapura-gapura dan ceruk-ceruk pertapaan.Gunung Kawi Tampaksiring mempunyai gugusan candi tebing yang tidak ditemukan di daerah lain kecuali di India Selatan.

Pura ini merupakan Pura Padharman dari Raja Udayana. Artinya, pura ini untuk menstanakan roh suci atau Dewa Pitara keluarga Raja Udayana. Pura ini disebut Gunung Kawi karena yang dikawi atau yang diukir adalah lereng gunung di Sungai Pakerisan. Konon yang mengukir lereng bukit Sungai Pakerisan itu menjadi candi adalah Kebo Iwa, tokoh ahli bangunan atau arsitek pada zaman pemerintahan keluarga Raja Udayana. Kebo Iwa membuat ukiran candi sampai menjadi Pura Gunung Kawi dengan menggunakan kukunya. Raja Udayana adalah raja dari Wamsa Warmadewa. Raja ini memerintah Bali bersama dengan permaisurinya bernama Mahendradata dengan gelar Gunapriya Dharma Patni yang berasal dari Jawa Timur. Sejak pemerintahan suami-istri pada abad XI ini prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja di Bali tidak lagi hanya menggunakan bahasa Bali, tetapi sudah menggunakan bahasa Jawa Kuno. Ini artinya pengaruh Hindu Jawa telah masuk ke Bali. Kesusastraan Hindu Jawa pun mulai semakin kuat mempengaruhi kesusastraan Bali.

Ada kelompok lima candi dipahatkan di tebing timur Sungai Pakerisan berjejer dari utara ke selatan. Kelima candi ini menghadap ke barat. Pahatan candi yang paling utara ada tulisan yang berbunyi ''haji lumah ing jalu''. Kemungkinan candi yang paling utara untuk stana pemujaan roh suci Raja Udayana. Sedangkan yang lain-lainnya adalah stana anak-anak Raja Udayana yaitu Marakata dan Anak Wungsu serta permaisurinya.

Di pintu masuk candi sebelah selatan dari Candi Udayana ada tulisan ''rwa anakira''. Artinya, dua anak beliau. Candi inilah yang ditujukan untuk stana putra Raja Udayana yaitu Marakata dan Anak Wungsu. Sementara di tebing barat Sungai Pakerisan terdapat empat kelompok candi yang dipahatkan di tebing Sungai Pakerisan itu berjejer dari utara keselatan menghadap ke timur. Menurut Dr. R. Goris, keempat candi ini adalah sebagai padharman empat permaisuri raja. Di samping itu ada satu pahatan candi lagi terletak di tebing barat daya Sungai Pakerisan. Di candi itu ada tulisan dengan bunyi ''rakryan''. Kemungkinan candi ini sebagai padharman dari seorang patih kepercayaan raja. Karena itulah diletakkan di sebelah barat daya. Di sebelah selatan candi kelompok lima terdapat wihara berjejer sebagai sarana bertapa brata. Raja Udayana dengan permaisurinya berbeda sistem keagamaannya. Raja Udayana lebih menekankan pada ke-Budha-an, sedangkan Gunapriya Dharma Patni lebih menekankan pada sistem kerohanian Siwa. Hal inilah yang menyebabkan agama Hindu di Bali disebut Agama Siwa Budha.

Oya, kalau berkunjung ke sini, siapkan celana pendek dan handuk jika mau bermain air atau mandi di Tukad Pakerisan. Hmm..airnya segar banget! Jernih pula. Kalau mau ganti baju, ya tutup aja dengan handuk hehehe sempatkan juga main ke sawah sambil lihat air terjun di dekat sana. Dijamin asyik. Jangan lupa, hitung berapa tangga yang dilalui. Kabarnya, nggak ada yang bisa menghitung sama persis (mungkin karena kecapekan hehehe). Waktu kutanya bule yang lewat di depanku, dia bilang 230 anak tangga. Anakku menghitung, 283 anak tangga. Aku baca di sebuah situs, 315 anak tangga. Nggak jelas. Mendingan, hitung sendiri :)