Legenda Sepak Bola Indonesia

DJAMIAT DALHAR Menjadi Besar Berkat Bola dari Kakek
Mohamad Djamiat Dalhar lahir di Yogyakarta 25 Nopember 1927 dari keluarga guru sekolah Muhammadiyah. Ayahnya Dalhar, adalah pemain sepakbola yang andal di kota kelahirannya itu,disamping menjadi tokoh Muhammadiyah yang disegani. itulah sebabnya mengapa Djamiat memiliki bakat sepakbola yang kental dan sejak kecil sudah bergelimang dengan bola. Peranan Djaelani, Begitu nama Almarhum kakeknya, nampaknya namanya begitu membekas dalam diri Djamiat. beliau juga yang membelikan Djamiat sebuah bola untuk dimainkannya bersama teman-temannya.  
Menurut cerita dari guru SMP saya pemain ini pernah menjebol gawang rusia, bukan menjebol sebagai kiasan namun kenyataan. Tembakannya menyobek jaring gawang rusia. 
RAMANG ( Mesin Gol dari Makasar )
Ramang dilahirkan di Makassar, tahun 1928. Ayahnya, Nyo’lo, merupakan Ajudan raja Gowa Djondjong Karaenta Lemamparang yang dikenal sebagai jagoan sepak raga. Prestasi Ramang di tingkat nasional amat cemerlang. Dirinya dikenal sebagai striker haus gol yang tak lelah bergerak ke segala arah dengan kecepatan tinggi sambil melepas tendangan dnegan akurasi tinggi. Pada lawatannya tahun 1954 ke berbagai negeri Asia (Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia) PSSI hampir menyapu seluruh kesebelasan yang dijumpai dengan gol menyolok. Dari 25 gol (dan PSSI hanya kemasukan 6 gol) 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang. Ketajaman Ramang membuat nama Indonesia disegani di tingkat sepakbola dunia. Beberapa tim terbaik dunia kala itu berebutan ingin menjajal kekuatan timnas Indonesia. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara, salah satu kiper terbaik dunia waktu itu, klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa, kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Yashin, klub Locomotive dengan penembak maut Bubukin, sampai Grasshopers dengan Roger Vollentein.
L.H. TANOTO ( Siap Mati di Lapangan )
Tan Liong Houw atau Latief Harris Tanoto (lahir di Surabaya, 26 Juli 1930; umur 80 tahun) adalah seorang pemain sepak bola terkenal Indonesia di era tahun 1950-an. Ia dikenal sebagai pemain lini tengah yang perkasa dan ditakuti lawan. Posisinya sebagai gelandang kiri, mengharuskan Liong Houw bermain keras untuk merusak formasi lawan.
Pada masanya, Tan Liong Houw menjadi pujaan tim nasional dan Persija Jakarta. Bahkan para pendukung Tim Persija memberinya julukan “Macan Betawi” Beliau Warga Tionghoa yang pernah mengharumkan sepak bola tanah air. Pada masa awal kemerdekaan RI, tak sedikit yang bergabung di tim nasional. Tan Liong Hwa (81), salah seorang di antara legenda timnas era 1950-an yang kini menjadi saksi hidup. Prestasi spektakuler pernah ditorehkan saat menahan Rusia 0-0 di perempat final Olimpiade 1956.
Van der Vin ( si bule dari semarang )
Pesepakbola legendaris Indonesia, dengan posisi penjaga gawang. Ia adalah seorang Indo-Belanda berasal Semarang. Postur tubuhnya sangat ideal dan pembawaanya tenang. Gerakannya sangat terkendali dan penuh perhitungan. Ketika berdiri di bawah mistar gawang Persija maupun tim nasional PSSI, ia memberikan rasa yakin kepada rekan maupun seluruh pendukung timnya, bahwa gawang mereka akan aman karena dijaga olehnya. Ia memulai karier sepakbolanya di klub Excelsior Surabaya tahun 1939, meski demikian halangan memang kerap menghampirinya. Seharusnya ia beberapa kali harus tampil sebagai pemain dalam tim Indonesia. Namun karena status kewarganegaraannya yang belum beres, menyebabkan dirinya sering kali dicoret dari daftar pemain pilihan PSSI. Jadi, ia lebih banyak ikut tampil dalam pertandingan-pertandingan tidak resmi, sesuatu yang menghalanginya untuk terus berkembang.
H. MAULWI SAELAN
Maulwi Saelan (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1928; umur 81 tahun) adalah salah satu pemain sepakbola legendaris, bermain di Olimpiade 1956 dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajudan pribadi presiden Soekarno. Selain itu ia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar. Maulwi Saelan mulai berlatih sepakbola bukan sebagai kiper, tetapi striker. klub pertama yang di masukinya adalah perkumpulan milik ayahnya sendiri. MOS ( Main Oentoek Sport ) di Makasar. ” Dulu, main sepakbola ada kelas-kelasnya dari satu sampai 5. saya sempat sampai kelas 2, tetapi tidak naik-naik ke kelas satu sampai akhirnya bosan dan berhenti berlatih.” kenang Maulwi Saelan. seperti yang dituturkannya kepada majalah Olympic. Tapi, tak lama setelah berhenti, MOS membutuhkan kiper. ”Saya coba jadi kiper, dites dan ternyata lulus” tuturnya lagi. Diusia 17 tahun, Maulwi terpilih sebagai kiper Makasar Footbal Bond (MF Bond), tetapi situasi membuat ia kembali berhenti bersepakbola. tahun 1943, kolonialisme Jepang datang menggantikan Belanda. ”saya harus ikut berjuang” kata Maulwi yang kemudian ikut bergerilya.